Joko Tri Yulianto (3201414056)
Rudi Pradianto (3201414058)
Mira Mufidatur Rahmah (3201414084)
Allen Indra I (3201414111)
Leksahawa Pramawidya (3201414123)
Dzikrillah Wadya Arfindra (3401410039)
ABSTRAK
: Makalah
ini bertujuan untuk melestarikan etika, seni
dan budaya Jawa yang dewasa kini
sudah mulai terkikis oleh kemajuan zaman dan masuknya budaya-budaya lain di
Indonesia khususnya pulau Jawa. Itu terbukti dari budaya-budaya modern yang
muncul telah mengisi dimensi-dimensi kehidupan manusia mulai dari bahasa,
kehidupan rumah tangga sampai pada kemajuan teknologi industri dan informasi.
Di tengah kemajuan zaman seperti itu tentu kita tidak boleh melupakan akar
budaya yang telah ada karena budaya-budaya itu mengandung nilai-nilai yang
sangat luhur dan perlu dilestarikan. Melupakan kearifan lokal yang ada berarti
mengingkari eksistensi warisan budaya nenek moyang yang sangat bernilai tinggi.
Salah satu kearifan lokal yang ada di seluruh nusantara adalah bahasa dan budaya
daerah termaksut bahasa dan budaya Jawa.
Kata kunci : kemajuan
zaman, warisan budaya, bahasa dan budaya Jawa.
1.
Konsevasi
Etika dan Budaya
A.
Unggah Ungguh dalam Bahasa Jawa
Negara
Indonesia adalah negara yang memilki kebudayaan yang sangat beragam dan juga
suku bangsa yang berbeda-beda dari satu daerah dengan daerah yang lain (Darsiyah
2013:3).Seperti yang telah kita ketahui begitu banyak ragam bahasa yang ada di
masyarakat hingga saat ini. Setiap daerah memiliki bahasanya sendiri sebagai
identitas sosial dan wujud karakter individu masing-masing.
Bahasa jawa mengalami perkembangan
yang begitu hebat sehingga bentuk tuturan bahasa jawa sangat bervariatif. Dalam
satu kabupaten saja terdapat bermacam jenis tuturan bahasa jawa. Yang
masing-masing memakai dialek yang berbeda walaupun serumpun. Demikian
berkembang dan mulai melupakan bahasa Jawa asli warisan nenek moyang yang telah
terkontaminasi oleh budaya modern. Permasalahan bahasa jawa adalah kemampuan
bahasa ini menjawab pertanyaan modern: apakah muatan yang terdapat di dalam
bahasa Jawa ada yang relevan dengan kehidupan modern? Dengan muatan itu, apakah
seseorang memperoleh janji berarti bagi masa depannya? (Suryadi, 1995: 21).
Menurut
Bastomi (1995) bahasa Jawa memiliki pembagian tingkatan-tingkatan bahasa yang
cukup rinci. Penempatan bahasa Jawa berbeda-beda sesuai pada perbedaan umur
jabatan, derajat serta tingkat kekerabatan antara yang berbicara dengan yang
diajak bicara, yang menunjukkan adanya ungah-ungguh bahasa Jawa.
Beberapa
jenis bentuk ragam tutur dalam bahasa Jawa yang disebut juga unggah-ungguhing
basa ini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) bahasa ngoko (ngoko
lugu, ngoko alus), (2) bahasa madya (madya ngoko, madya krama),
(3) bahasa krama (krama andhap, krama inggil).
1.
Basa Ngoko
Bahasa
Jawa ngoko sering digunakan oleh orang yang usianya sebaya maupun oleh
orang-orang yang sudah akrab. Bahasa ngoko ini di bagi atas ngoko
lugu,dan ngoko alus. Ngoko lugu digunakan untuk menyatakan
orang pertama. Ngoko alus digunakan oleh orang pertama dengan lawan
bicaranya yang sebaya atau yang sudah akrab, bahasa ini santai namun sopan.
2.
Basa madya
Ragam
bahasa Jawa madya menunjukkan tingkat tataran menengah yang terletak di
antara ragam ngoko dan karma . Bahasa madya biasanya digunakan
terhadap teman sendiri.
3.
Basa karma
Ragam
bahasa Jawa krama digunakan untuk menunjukkan adanya penghormatan kepada
mitratutur yang
mempunyai kedudukan atau kekuasaan
yang lebih tinggi daripada penutur (Susylowati, 2006). Bahasa Jawa krama
ini digunakan orang sebagai tanda menghormati orang yang diajak bicara.
Misalnya, anak muda dengan orang tua atau pegawai dengan atasannya. Tingkatan
yang lebih tinggi dari krama yaitu krama inggil. Krama inggil
dianggap sebagai bahasa dengan nilai sopan santun yang sangat tinggi. Jarang
sekali digunakan pada sesama usia muda. Bahasa krama dibagi menjadi krama
andhap dan krama inggil.
Sudaryanto (1991: 34) menyebutkan
fungsi dari tingkat-tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa ini adalah:
1. Norma dan etika, yaitu digunakan
untuk berkomunikasi di masyarakat atau dengan orang lain dengan melihat orang
yang diajak bicara (lebih tua atau lebih muda).
2. Penghormatan dan keakraban, yaitu
digunakan untuk menghormati orang yang diajak bicara supaya tidak dibilang tidak
mempunyai tata krama dalam berbicara.
3. Pangkat dan status sosial, yaitu
digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan melihat pangkat dan
status sosialnya di dalam masyarakat tersebut
B.
Tata Krama dalam Budaya
Jawa
Tata krama ini dijadikan pedoman
oleh masyarakat Jawa dalam berperilaku ataupun berinteraksi. Tata krama
mengandung nilai-nilai adat yang berlaku pada daerah tertentu sehingga antar
suku bangsa tidak akan sama atau berlaku. Tata krama diperoleh oleh individu
melalui proses interaksi dalam keluarga atau masyarakat. Tata krama yang masih
dijalankan oleh orang Jawa antara lain tata krama dalam penggunaan bahasa,
berpamitan, duduk, makan dan minum, berpakaian, dan bertamu.
Tata krama dalam lingkungan keluarga
misalnya penggunaan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Orang Jawa menggunakan
bahasa Jawa untuk lebih mempererat hubungan antar anggota keluaga. Pada saat
ini penggunaan bahasa Jawa Krama Inggil yang merupakan bahasa yang digunakan
untuk menghormati orang yang lebih tua sudah jarang digunakan. Banyak anak yang
menggunakan bahasa Ngoko kepada orang tua atau kakaknya. Anak-anak jaman
sekarang bahkan banyak yang tidak mengenalinya lagi karena sejak kecil tidak
diajarkan oleh orang tuanya. Banyak orang tua yang lebih memilih mengajarkan
bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa.
Mematuhi nasihat orang tua merupakan
suatu bentuk penghormatan. Namun jika diperintah untuk suatu hal terkadang
enggan untuk menjalankannya dan apabila dijalankanpun dengan penuh keterpaksaan.
Seorang anak jika hendak bepergian atau meninggalkan rumah,
pada umumnya telah dibiasakan untuk berpamitan. Berpamitan merupakan salah satu
bentuk sopan santun. Tujuan dari berpamitan adalah meminta restu agar tidak
terjadi suatu hal yang tidak diinginkan dan supaya orang tua tidak
mengkhawatirkan kepergian anaknya. Pada saat berpamitan biasanya disertai
dengan mencium tangan dan kedua pipi orang tua.
Tata cara duduk yang benar adalah
posisi duduk yang sopan. Apabila menggunakan kursi maka kedua kaki harus berada
di bawah dan dengan posisi yang rapat. Pada saat ini posisi duduk di dalam
suatu keluarga baik di atas kursi maupun di lantai dilakukan dengan posisi yang
santai dan senyaman mungkin. Posisi duduk tidak lagi seformal jaman dahulu.
Misalnya pada saat nonton TV bersama atau pada saat sedang santai.
Tata krama dalam makan dan minum
yang masih dijalankan hingga saat ini adalah tidak berbunyi (berkecap) pada
waktu makan. Berkecap pada waktu makan dianggap kurang sopan dan mengganggu.
Disamping itu banyak tata krama dalam makan dan minum yang mulai mengalami
perubahan. Ketika sedang makan dan minum bersama-sama dengan teman kebanyakan
dilakukan sambil mengobrol. Padahal makan
sambil mengobrol dapat mengakibatkan tersedak dan mengganggu
pernapasan. Pesta berdiri juga menjamur dimana-mana. Hal tersebut memaksa orang
yang hadir makan dan minum dalam posisi berdiri. Bukan hanya di pesta saja
melainkan sekarang sudah menjadi kebiasaan untuk makan dan minum dalam posisi
berdiri dalam kehidupan sehari-hari.
Pada jaman dahulu, orang Jawa dalam
berpakaian menggunakan pakaian khas Jawa dan jarik. Seiring dengan perkembangan
jaman, pakaian diproduksi dengan berbagai model, pakaian khas dan jarik
tersebut sudah mulai ditinggalkan. Perempuan saat ini banyak yang menggunakan
celana, padahal dahulu celana hanya untuk laki-laki. Dalam berpakaianpun orang
mulai meninggalkan kesopanan. Orang yang berpakaian dengan baju ketat mini,
dapat dijumpai dimana-mana.
Bertamu merupakan aktivitas
berkunjung ke rumah orang lain baik yang sudah dikenal atau belum. Ada tata
krama bertamu yang berlaku dalam masyarakat. Orang yang bertamu harus
memperhatikan waktu yang tepat. Jangan bertamu pada saat jam istirahat karena
akan mengganggu waktu yang punya rumah. Jika sudah sampai di tempat yang dituju
sebaiknya mengetuk pintu dan memberi salam, setelah itu mengutarakan maksud dan
tujuan berkunjung. Sebagai orang yang bertamu juga harus menghormati pemilik
rumah, apabila dihidangkan sajian sebaiknya dimakan supaya tidak menyakiti hati
pemilik rumah. Saat ini tata cara dalam bertamu tersebut masih dijalankan.
Pada saat ini tata krama sudah
mengalami beberapa perubahan karena masuknya informasi dari berbagai media.
Masuknya berbagai media baik cetak maupun elektronik sangat berpengaruh
terhadap penggunaan tata krama terutama generasi muda. Berbagai informasi yang
masuk akan berpengaruh terhadap tatanan nilai yang berlaku di masyarakat.
Masyarakat Jawa cenderung meniru budaya yang masuk melalui media tersebut dalam
bertindak dan berperilaku. Namun bagi yang bisa membedakan hal-hal yang baik
dan buruk tentu tidak akan terpengaruh oleh masuknya budaya asing tersebut.
2.
Konservasi Seni
dan Budaya
A.
Batik
Batik
merupakan budaya yang telah lama berkembang dan dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Kata batik mempunyai beberapa pengertian.
Secara etimologi kata batik berasal
dari bahasa Jawa, yaitu”tik” yang berarti titik / matik (kata kerja, membuat
titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah ”batik” (Indonesia Indah
”batik”, 1997, 14). Di samping itu mempunyai pengertian yang berhubungan dengan
membuat titik atau meneteskan malam pada kain mori. Menurut KRT.DR. HC.
Kalinggo Hanggopuro (2002, 1-2) dalam buku Bathik sebagai Busana Tatanan dan
Tuntunan menuliskan bahwa, para penulis terdahulu menggunakan istilah batik
yang sebenarnya tidak ditulis dengan kata”Batik” akan tetapi
seharusnya”Bathik”.
Berdasarkan etimologis tersebut
sebenarnya batik identik dikaitkan dengan suatu teknik (proses) dari mulai
penggambaran motif hingga pelorodan. Salah satu yang menjadi ciri khas dari
batik adalah cara pengambaran motif pada kain ialah melalui proses pemalaman
yaitu mengoreskan cairan lilin yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting
dan cap.
B.
Sejarah
Perkembangan Batik
Sejarah
pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan
penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan
batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa
kerjaan Solo dan Yogyakarta
Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah
dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan
raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik
rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau
awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal
abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau
sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak
daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian
Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan
perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain
untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia
zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan
hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena
banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini
dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru
oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam
rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya
hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari,
baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah
hasil tenunan sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari
tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon
mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta
garamnya dibuat dari tanahlumpur. Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi
kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung
Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit
semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit.
Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung
adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari
peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang
sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah
Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh
seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan
Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang
dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon
dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka
petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal
diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga
membawa kesenian membuat batik asli.
UNESCO
pada tanggal 2 oktober 2009 menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan
untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible
Heritage of Humanity) yang meliputi teknik membatik, alat yang digunkan
untuk membatik, motif batik yang dikembangkan dan budaya. Dengan Peresmian
Batik, masyarat Indonesia semakin mencintai batik dan melestarikannya.
C.
Perbedaan
Motif Batik
Batik merupakan salah satu warisan
budaya bangsa Indonesia. Setiap batik mempunyai corak dan ciri khas yang
berbeda. Beda kota, beda juga ciri khas batiknya. Corak ataupun motif yang
berbeda-beda tadi juga memiliki makna tersendiri pada setiap daerahnya.
Berikut ini ada beberapa perbedaan
motif batik dari 3 kota yang kami ambil sebagai contoh, yaitu :
1.
Batik
Yogyakarta
Batik
Yogya biasanya berlatar putih, motif khas dari batik Yogya biasanya berupa
seperti gambar manusia atau hewan, burung, dan sebagainya.
.
2.
Batik Solo
Batik Surakarta berlatar hitam atau gelap,
mempertahankan motif gaya keraton yang baku, seperti parang, bentuk wayang dan
juga bentuk kerajinan.
3.
Batik
Pekalongan
Motif
batik Pekalongan lebih ke filosofi bentuk pesisir seperti laut, nelayan, dan
ombak.
Meskipun mempunyai ciri khas dan
perbedaan masing-masing, baik batik Solo, Yogya, dan Pekalongan tetap merupakan
warisan budaya Indonesia. Meski berbeda, semua tetap harus dibudayakan agar
terus ada sampai ke genarasi berikutnya.
D.
Macam-macam Batik Berdasarkan Cara Pembuatanya
Berdasarkan cara pembuatannya, batik dibagi menjadi
tiga jenis yakni batik tulis, batik cap, dan batik printing. Masing-masing
jenis ini dibandrol dengan harga yang berbeda-beda. Biasanya batik tulis
mempunyai harga yang paling mahal.
Untuk mengetahui apa perbedaan dari
batik tulis, cap, dan printing kita bisa menyimak
penjelasan berikut ini. Berikut cara mengenali batik tulis, cap dan printing:
1.
Batik Tulis
Setiap proses
pembuatan batik tulis dilakukan secara manual menggunakan tangan. Harganya
lebih mahal karena proses pembuatannya lebih susah dan rumit.
a.
Pola digambar di atas selembar mori putih menggunakan
pinsil. Oleh sebab itu, pengulangan ragam hias tidak akan menghasilkan gambar
yang sama persis. Garis pada motif pun lebih ramping.
b.
Penutupan pola
yang hendak dihalangi warnanya dengan malam menggunakan alat bernama canting.
c.
Warna dasar kain biasanya lebih muda dari warna goresan
pada motif.
d.
Pada batik tulis yang sangat halus, warna dan motif
tembus pada kain, hingga terlihat bolak-balik.
e.
Waktu pengerjaan
memakan waktu bulanan. Umumnya dua sampai enam bulan.
f. Penggarapannya
serta hasilnya yang lebih rumit dan berkualitas seni tinggi dibanding seni rupa
yang berupa lukisan-lukisan.
Karena penggarapnnya yang lama , mulai dari kain
putih yang diwarna dengan teknik dicelup dan harus menunggu kering sebelum dibatik,
penggarapannya yang membutuhkan
ketelitian dan kesabaran
2. Batik
Cap
Seperti halnya batik tulis,
pengerjaan batik cap juga menggunakan tangan. Tapi, alat yang digunakan dalam
proses perintangan warna berbeda, sehingga pengerjaannya pun jauh lebih cepat.
a.
Pola dicetak
menggunakan alat dari lempengan tembaga berbentuk ragam hias. Alat ini
dinamakan canting cap. Selain dari tembaga, canting cap juga ada yang terbuat
dari kayu, campuran besi dan tembaga.
b.
Terdapat
pengulangan ragam hias. Garis-garis pada motif pun lebih lebar daripada garis
pada batik tulis.
c.
Permukaan kain
lebih mengkilat. Warna dan motif tak tembus. Bagian belakang kain lebih pudar.
d.
Warna dasar kain
lebih tua dari warna motif, karena pada batik cap, bagian dasar motif mengalami
proses penutupan malam.
e.
Proses pembuatan
batik cap biasanya hanya memakan waktu dua sampai tiga hari saja.
f.
Harga dari batik cap sendiri lebih murah disbanding
dengan batik tulis.
3. Batik
Printing
Batik printing adalah batik yang
proses pembuatannya melalui proses sablon. Beberapa hal yang membedakan batik
printing dengan batik tulis dan batik cap adalah:
a.
Dicetak menggunakan kasa, dengan pewarna tekstil atau
pasta yang telah dicampur
pewarna.
Karena proses dan jenis pewarna tersebut, batik printing lebih dikenal sebagai
kain bermotif batik.
b.
Proses cetak
yang cepat membuat batik printing dapat diproduksi dalam jumlah banyak
sekaligus.
c.
Warna tidak
meresap ke seluruh kain batik, hanya di bagian permukaannya saja.
d.
Bagian belakang kain berwarna agak putih.
e.
Karena dapat
diproduksi masal, harganya bisa jauh lebih murah.
f.
Saat ini batik printing lebih populer dibanding batik
lainnya. Hal ini disebabkan karena motif batik printing lebih beragam dan
harganya juga relatif lebih murah dibanding dengan batik lainnya.
E. Fungsi Batik
Berbagai filosofi memang selalu
terkandung di tiap-tiap elemen budaya jawa. Bahkan lembaran kain jarik ini pun
memiliki makna. Konon kata jarik berarti aja
gampang serik, yang artinya jangan mudah iri hati atau sirik. Lembah
lembutnya langkah pengguna akibat pemakaian kain ini pun juga tak lepas dari
makna. Diharapkan tindak tanduk yang serba tertata, hati-hati berjalan dan tidak
terburu-buru.
Kegunaan semula jarik sebagai kain
penutup bagian bawah tubuh.
Kini tak hanya itu saja fungsinya. Sebagian
besar bahan jarik adalah kain yang adem, sehingga digunakan sebagai alas bayi
baru lahir pun juga nyaman. Dijadikan pembebat dada, pinggang hingga kaki ibu
baru melahirkan juga nyaman.
Jarik juga populer digunakan sebagai
alat bantu gendong bayi.Untuk menggendong bayi pun ada jenis jarik tersendiri.
Jenis jarik ini juga memiliki nama khusus, yaitu jarik gendong. Sesuai namanya,
lembaran kain ini diperuntukkan untuk menggendong.
Salah satu
keunikan jarik gendong ini terletak pada garis-garis warna ceria di kedua ujung
kainnya. Motif jarik ini bermacam-macam, mulai dari bunga, unggas, kupu-kupu,
ikan mas, bahkan ada pula yang motif naga.
Kebanyakan warna warninya ceria dan
meriah, seolah-olah ingin menggambarkan keceriaan bocah yang akan dibalut di
dalam jarik gendong ini.
Melambangkan kasih sayang dan kedekatan ibu dengan
anak, melambangkan bahwa bayi telah dikandung dalam perut / rahim / dekapan ibu
bahkan setelah dilahirkanpun masih tetap perlu dalam dekapan ibu melalui
gendongan.
Bahkan dijaman dulu batik dapat dijadikan sebagai
agunan pinjaman di pegadaian karena dulu batik tulis merupakan hal prestise
yang hamper setara emas - bahkan sekarang batik tulis memiliki harga yang
selangit jika merupakan kain sutera dan tenunan tangan.
Batik juga digunakan sebagai bahan busana, busana
dalam Bahasa Jawa disebut Ageman yang dari Bahasa Sansekerta adalah Agama
dimana ‘A’ berarti tidak ada dan ‘Gama’ berarti kerusakan / kekacauan /
kehancuran, maka Agama yang juga kita ketahui sebagai “Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Seagalanya” berarti Agama membawa hidup kita damai tanpa ada
kekacauan dan tidak menuju kehancuran.
Semisal dijadikan
bahan bagian yang ada diatas kepala atau disebut sebagai Blangkon atau dalam
Bahasa Jawa dahulu disebut Iket (karena dahulu Blangkon itu kain batik yang
penggunaanya diikat d ikepala). Iket merupakan symbol yang memiliki makna untuk
terus bmengikat pikiran kita dari pikiran-pikiran kotor dan jahat.
Yang dipakai di
badan disebut Beskap (dari Surakarta) atau Surjan (dari Yogyakarta) hal ini
menyimbolkan posisi kita sebagai manusia untuk terus mensucikan hati (dengan
cara tirakat atau beribadah) dan terus bersabar dalam menghadapi ujian-ujian
hidup.
Yang
mengikat / melingkar di perut disebut Kendit dan Sabuk Wala, yang memilki makna
bahwa perut merupakan asal dari nafsu (tamak, marah, birahi dan lain
sebagainya) sehingga kita harus terus menahan nafsu kita yang brurk tersebut
(Menahan lapar dengan berpuasa dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi yang
berlebihan termasuk berhubungan seksual sesuka hati.
Ada juga yang berbentuk diikat oleh
Kendit dan Sabuk Wala bukanlah rok panjang namun ini adalah Jarik dimana adalah
merupakan kain batik yang di Wiru / Wiron (dilipat kecil meanjang dari 1/6
panjang kain batik), dengan memakai Jarik ini kita sulit untuk berjalan bahkan
berlari, disini menyimbolkan bahwa dalam hdiup kita harus selalu berhati-hati
dalam menapaki hidup selangkah demi selangkah.
SIMPULAN
Bahwa bahasa Jawa mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi. Bahasa Jawa memiliki
pembagian tingkatan-tingkatan bahasa yang cukup rinci, penempatan bahasa Jawa
berbeda-beda sesuai pada perbedaan umur jabatan, derajat serta tingkat
kekerabatan antara yang berbicara dengan yang diajak bicara, yang menunjukkan
adanya ungah-ungguh (sopan santun) bahasa Jawa.
Batik mempunyai ciri khas dan
perbedaan masing-masing di setiap daerah. Meski
berbeda, semua tetap harus
dibudayakan agar terus ada sampai ke genarasi berikutnya.
Sebagai
masyarakat asli Jawa, masyarakat memiliki kewajiban menjaga dan melestarikan
budaya berbahasa Jawa. Siapa lagi yang akan meneruskan budaya warisan nenek
moyang jika bukan masyarakat sendiri. Jangan sampai setelah budaya sudah hilang
atau dinyatakan milik negara lain barulah masyarakat peduli dan merasa
memiliki. Untuk itu menjaga dari sekarang sangatlah penting agar tidak menyesal
kemudian.
DAFTAR PUSTAKA.
Darisyi.2013. Perubahan Kebudayaan Indonesia
Karena Globalisasi.Forum Penelitian.Hlm 3.
Dali,Faisal
A. 2013. Kepadatan Yersinia Sp. Yang Diisolasi Dari Ikan Mas (Cyprinus Carpio, L). Gorontalo:UNG.